Lokasi Pengunjung Blog

Selasa, 18 November 2008

Siasati Keborosan dengan "Linting Dhewe"

Pemborosan yang terjadi akibat kebiasaan merokok dapat disiasati dengan cara membuat lintingan rokok sendiri. Selain rasanya sama dengan rokok kemasan yang dijual bebas, yang bersangkutan juga merasa lebih puas karena ikut terlibat langsung mulai dari proses pencampuran bahan sampai mengisapnya. 

Landung Simatupang, salah seorang pemilik Kedai Mbako Tingwe Djogja di kompleks Tarakanita I/21 Gejayan, Santren, beberapa waktu lalu, menuturkan, tidak sedikit pelanggan yang cocok dan beralih pada rokok linting dhewe (tingwe), dari sebelumnya mereka mengonsumsi rokok kemasan yang dijual bebas. "Dengan melinting sendiri, penggemar berat rokok bisa menghemat hingga 60-70 persen. Harga rokok kemasan lebih mahal karena ada pajak rokoknya. Pajak tingwe hanya berupa pajak tembakau," ujar Landung.

Menurut Landung, cara ini cukup efektif bagi perokok yang belum bisa menghentikan kebiasaan 100 persen lantaran alasan ekonomi. Demikian pula masalah kesehatan, ia memiliki trik lain, yakni menyiasati dengan menyediakan buku-buku dan menempelkan brosur mengenai sejarah rokok hingga bahaya yang ditimbulkan lebih rinci pada dinding kedai. Dari situlah perokok bisa memperoleh tambahan pengetahuan sekaligus melakukan penghematan. 

Ia mencontohkan, ada salah seorang pelanggannya yang masih kuliah di sebuah kampus di Yogyakarta yang berhasil menghemat biaya pengeluaran. Uang rokok sang mahasiswa yang mencapai Rp 400.000-an per bulan bisa ditekan kurang dari Rp 200.000. 

Rasa sama 
Meski menyediakan bahan mentah alias belum dilinting, tembakau yang ditawarkan Landung bukan sembarangan. Tembakau diperoleh dari paguyuban mantan peramu rokok yang sebelumnya pernah bekerja di pabrik rokok terkenal. Tembakau itu juga sama dengan rokok-rokok kemasan bermerek yang dijual bebas. "Para peramu inilah yang bisa menyediakan aneka bahan sesuai dengan rasa rokok kemasan," ujar Landung. 

Rokok tingwe memang cara yang efektif untuk melakukan penghematan. Namun tidak semua perokok melirik produk yang satu ini. Roni, pedagang rokok kemasan di Nayan, Maguwoharjo, Sleman, mengatakan anak muda yang gaul biasanya akan memilih rokok kemasan yang dirasakan lebih praktis.  "Melinting biasanya membutuhkan waktu dan tempat tertentu. Sedangkan anak muda biasanya lebih yang simpel-simpel," ujarnya. 

(Anton Ciggy komentar: "Bagi penyelenggara, soal yang begitu itu bukan merupakan halangan melainkan tantangan. Dan itulah seninya... Piye Jal?")


sumber: http://www.kompas.com

Sabtu, 15 November 2008

Tingwe..., solusi

TINGWE: SOLUSI SMART bagi PEROKOK & HEMAT bagi KELUARGA 
 

Lurs (para sedulur), berhenti merokok memang tidak mudah. Terlebih bagi kita perokok berat yang merokok tidak cukup sebungkus sehari. Celakanya, harga rokok bungkusan kini terasa tidak murah lagi. Daya beli kita telah merosot. Harga kebutuhan pokok seperti sandang dan pangan cenderung naik, begitu pula biaya pendidikan serta biaya transport. Tak dipungkiri semua itu menyulitkan dan sangat mengganggu keuangan kita, mengganggu keuangan keluarga.

Kita sudah sangat cerewet, seisi rumah tak henti-henti kita minta untuk hemat listrik, hemat air, hemat pulsa, hemat minyak, hemat bensin, hemat ini dan hemat itu. Tali pinggangpun sudah kita kencangkan erat-erat. Kita sudah berusaha berhemat sebisa mungkin. Tapi masih ada satu hal penting yang boleh jadi terlewatkan yaitu soal menghemat biaya rokok. Walahhh? Kita masih saja klepas-klepus ngrokok seperti biasa, sementara orang rumah, keluarga kita tercinta sedang pusing tujuh keliling mikirin uang beras untuk esok hari. Diomelin pun kita tidak mempan. Abis ngrokok…, enak sih! 

Betul, berhenti merokok pancen susah, tapi merokok (yang mahal) terus…, bisa lebih menyusahkan. Lalu mengapa kita tidak mencoba solusi ini, mencoba berhemat dengan cara membuat rokok sendiri, membuat rokok TINGWE alias nglinting dewe (swa-linting).

Sudah terbukti rokok TINGWE bisa hemat lebih dari 60%. Berapakah itu? Misalkan kita biasanya merokok 2 bungkus atau menghabiskan dana Rp 15.000,- per hari. Se bulan Rp 450.000,- dan se tahun Rp 5.400.000,- Sementara biaya untuk membuat 2 bungkus rokok TINGWE paling pol cuma Rp 6.000,- Jadi se hari kita bisa menghemat uang sebesar Rp 9.000,- Sebulan hemat sebesar Rp 270.000,- dan se tahun hemat lebih dari Rp 3 juta.

Uang Rp 3 juta hasil penghematan se tahun itu sangat berguna untuk biaya sekolah, untuk bayar SPP anak kita di perguruan tinggi selama dua semester atau di SD, untuk sekian tahun. Atau untuk beli beras puluhan karung. Bisa juga untuk membeli baju baru, baju lebaran buat anak-anak. Pengeluaran transport pun terbantu. Atau kita bisa ngredit dan nyicil motor sendiri dll. 

Lagian membuat rokok TINGWE sangat gampang dan tidak repot. Modalnya tembakau rokok, alat linting, papir atau kertas rokok, lem, dan filter. Caranya tidak jauh beda dengan cara kita mengirim SMS lewat handphone, pakai jari dan jempol. Hasilnya cakep alias kagak malu-maluin. Tampilan dan cita rasa tidak kalah dengan rokok filter-kretek made in pabrik. Bahkan kita dapat membuatnya sendiri sesuai selera. Pengin empuk ginuk-ginuk, pengin sekel-padet, pengin model slim atau tembem semua bisa diatur. Soal rasa…, bisa dibuat serasa rokok kegemaran. Repot? Kagak! Tidak lebih repot dibanding dengan kita ngupas kwaci. Malah asyik kok...

Anton Ciggy

Sebodo amat...

“SEBODO AMAT...”

Ada upaya pemerintah untuk memperkecil bahaya dengan membatasi kadar nikotin dan tar yang terkandung dalam rokok, tapi keberhasilannya masih memerlukan waktu lama karena keterbatasan tehnologi. Kalaupun itu nanti sukses, bagaimana dengan kadar cengkeh dalam rokok kretek? Apakah cengkeh dianggap sudah cukup aman bagi kesehatan sehingga tidak perlu ditata? 

Ada pula yang bilang bahwa resiko merokok dapat dikurangi dengan menggunakan filter. Terbitlah kemudian rokok kretek filter. Sayangnya..., rokok kretek non filter masih terus saja diproduksi dan dijajakan. Ini menggambarkan ketidak pedulian para pengusaha rokok terhadap kesehatan konsumen.

Yang penting bagi mereka dagangan rokoknya laku. Perkara lain …., sebodo amat! 

Piye Jal?

Anton Ciggy

Rokok..., haiya!

“HAIYA…”

Lain dulu lain sekarang. Dulu rokok dianggap obat, kini dikata racun. Sebenarnya rokok itu bikin sehat atau bikin sekarat? Entahlah. Dibilang racun tapi kok…, enaknya minta ampun. Bingung dah!

Walau dihadapkan dengan 1001 fakta soal bahaya merokok, tetap saja para perokok klepas-klepus, merokok. “Abis enak sih!” begitu alasan lebih dari 140 juta perokok seperti kita di Indonesia.

Rokok dipandang sebagai barang yang tidak sehat untuk dikonsumsi masyarakat, sehingga Pemerintah perlu membatasi jumlah peredarannya. Dengan alasan itulah rokok dikenai bea cukai. Sayang kebijakan cukai itu tidak mempan karena harus berhadapan dengan iklan rokok yang menggebu, mendorong masyarakat untuk banyak-banyak merokok.

Tahun demi tahun permintaan rokok meningkat, dari 100 milyar batang pada tahun 1985 menjadi 220 milyar batang di tahun 2005. Perokok pemula di Indonesia tumbuh paling pesat se dunia, yakni 44% usia antara 10 – 19 tahun dan 37% usia 20 sampai 29 tahun.

Bisnis rokok telah berkembang. Ironisnya meskipun banyak pihak terlibat, petani tembakau, petani cengkeh, para buruh, pemerintah, sang pengusaha, industri kertas, jasa dan produsen tehnologi, namun sejumlah besar keuntungan nyata justru dinikmati hanya oleh segelintir orang saja, yaitu oleh sang pengusaha rokok semata dan bukan dinikmati para buruh yang jumlahnya sejibun. Haiya….

Anton Ciggy

Ketagihan...

KETAGIHAN …, MENGAPA?

 

Rokok kretek terdiri dari campuran tembakau serta bunga cengkih kering dalam perbandingan tertentu. Hasil analisa terhadap rokok kretek menunjukkan penemuan lima zat kimia yang tidak terdapat pada asap rokok biasa. Bahan kimia tersebut adalah eugenol, acetyl eugenol, B-caryophyllene, x-humulene dan caryophllene epoksida. 

Bunga cengkih mengandung 15% minyak di mana 82-87% dari kandungan minyak tersebut ialah eugenol. Rata-rata kandungan eugenol bagi sebatang kretek sebanyak 13 mg dan ditaksir sekitar 7 mg akan tersedot ketika kita merokok. Eugenol memberi kesan toksik kepada sistem saraf pusat. Pecandu kretek di kalangan remaja dilaporkan mendapat kesan khayal ringan apabila menghisap rokok kretek. Menyedot asap kretek "dalam-dalam' akan meningkatkan kepekatan asap dan ini ada hubungannya dengan kadar tinggi eugenol yang diserap yang akan memberikan kesan khayal tersebut. Kepekatan nikotin yang tinggi juga memberi kesan khayal serupa. 

Sementara itu, nikotin yang dikandung oleh daun tembakau menyebabkan ketagihan. Itulah sebabnya perokok ingin terus menghisap tembakau secara rutin karena ketagihan nikotin. Ketagihan ditandai dengan keinginan yang kuat untuk selalu mencari dan menggunakan. Ditemukan fakta bahwa nikotin mengaktifkan jaringan otak yang menimbulkan perasaan senang, tenang dan rileks. Sebuah bahan kimia otak termasuk dalam perantara keinginan untuk terus mengkonsumsi, yakni neurotransmiter dopamine, dalam penelitian menunjukkan bahwa nikotin meningkatkan kadar dopamine tersebut. Efek akut dari nikotin dalam beberapa menit menyebabkan perokok melanjutkan dosis secara frekuentif per harinya sebagai usaha mempertahankan efek kesenangan yang timbul.

Biasanya perokok menghisap minimal 10 hisapan dalam sebatang rokok setiap satu periode lima menit. Karena seorang penggebis merokok sekitar 30 batang setiap hari berarti memasukkan lebih kurang 300 hisapan nikotin ke otak setiap harinya. Faktor inilah yang menunjang ketagihan terhadap nikotin. Nikotin itu sendiri dalam metabolisme sesungguhnya dapat menghilang dari tubuh dalam beberapa jam. 

Anton Ciggy


Tembakau/Rokok..., Riwayatmu Dulu

TEMBAKAU/ROKOK…, RIWAYATMU DULU

Sekian puluh tahun kita merokok. Kita merokok begitu saja tanpa pernah bertanya mengapa. Yang kita tahu ngrokok itu enak, enak dan enak. Banyak dari kita ini bener2 kagak ngeh apa sih sebenarnya rokok itu, bagaimana sejarahnya, dsb. Berikut ini sekelumit kisah tentangnya…

ROKOK…, RIWAYATMU DULU.

Indian seperti dalam cerita Winnetou, terkenal suka bermain asap. Asap itu tidak hanya dimainkan, dibentuk bundar, ataupun dibentuk gambar jantung hati sebagai bahasa isyarat “I love you”, tapi juga ada asap yang disedot dan dihisap. Itulah asap daun tembakau. 

Diduga daun tembakau pertama kali digunakan oleh orang Indian dan dipakai dalam acara ramah tamah, dengan cara disulut dan dirokok bergantian menggunakan pipa panjang. Asap dari daun tembakau yang terbakar itu disedot dan dihembus-hembuskan hingga memenuhi ruangan tenda non AC mereka. Dan lihatlah, mereka nampak senang dan saling unjuk gigi alias saling tertawa hepi.

Aktivitas para Indian yang sedang hepi itu dilihat serta diamati oleh Christopher Columbus ketika mendarat dan mampir ke perkampungan mereka di Pulau Watling, Amerika Tengah pada 12 Oktober 1492 silam. Sepulang dari sana Columbus membawa serta biji tanaman tembakau itu ke negaranya Spanyol. Biji tembakau itu dibagikan kepada teman-temannya, sebagai oleh-oleh, untuk ditanam menghias taman. (Model pohon tembakau memang cukup eksotis). 

Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) berupa herba semusim yang berdiri tegak dan bisa setinggi 2,5 meteran kalau dia dibiarkan tumbuh liar di tanah yang subur. Daunnya nan hijau dan besar-besar berbentuk bulat telur itulah yang mengandung nicotin dan tar. 

Selain sebagai tanaman hias, kala itu, tembakau juga memiliki reputasi sebagai tanaman obat. Dan kisah tembakau yang dimanfaatkan oleh orang Indian sebagai obat telah menarik minat beberapa ahli untuk menelitinya lebih jauh. Diantaranya Jean Nicot de Villemain, duta besar Perancis di Portugal yang tertarik dan kemudian memperkenalkan khasiat daun tembakau itu ke kalangan pejabat Prancis pada tahun 1556. 

Daun tembakau dipercaya manjur untuk meredakan sakit kepala yang nyut-nyut serta sakit gigi yang snut-snut. Tembakau itu ada yang diracik dijadikan bentuk serbuk dan dihirup lewat hidung, dan ada pula yang sekedar dikulum alias disusur. Tembakau sebagai obat segera populer di Prancis, Portugal, Spanyol dan Inggris. Di Virginia tanaman tembakau mulai dibudidayakan tahun 1612 oleh John Rolfe. 

Sementara itu yang namanya rokok sigaret sudah dikenal tapi belum ngetop, hingga awal tahun 1800. Julukan sigaret itu sendiri berasal dari kata “si’kar” dalam bahasa Indian suku Maya, yang artinya…, merokok. Rokok sigaret baru populer setelah James Buchanan menemukan alat pelinting rokok semi otomatis pada akhir tahun 1880. Sejak penemuan alat linting itu, soal linting-melinting rokok, soal membuat rokok, menjadi urusan gampang, mudah dan cepat. Maka pabrik2 rokokpun bermunculan, orang2 pun menjadi gemar merokok.

Seiring dengan maraknya kebiasaan merokok pada awal abad ke 20 di Amerika dan Eropa, artikel-artikel yang menyangkut bahaya rokok, banyak berterbitan. Masyarakat perokok sedikit terpengaruh dan mulai mengerem konsumsi rokok, hingga kemudian muncul produk yang dipromoosikan sebagai rokok aman yaitu rokok berfilter sekitar tahun 1954. Publik merespon munculnya rokok filter itu secara positif., artinya, merekapun merokok lagi, lagi dan lagi. Khan aman, udah pakai filter…

Memasuki tahun millennium, konsumsi rokok tingkat dunia mencapai jumlah trilyunan batang. Rekor dipegang oleh China yang mengkonsumsi sekitar 1.6 trilyun batang rokok. Kemudian Amerika mencapai 415 milyar batang rokok. Jepang 327 milyar. Russia 257 milyar. German 140 milyar. India 100 milyar. dan Brazil 97 milyar batang per tahun. 

Beberapa perusahaan rokok kelas duniapun berhasil menguasai pasar dan meraih sukses, diantaranya: China National Tobacco Company, Philip Morris, British American Tobacco (BAT), RJR Reynolds serta Rothmans International. 

ROKOK DI INDONESIA

Di Indonesia kisah awal rokok dapat diketahui setidaknya dari sebuah publikasi mengenai sejarah Kota Kudus, Jawa Tengah. Di abad ke-17 kalangan bangsawan menghisap rokok dengan menggunakan pipa cangklong, sementara rakyat biasa merokok tingwe alias nglinting dewe (mellinting sendiri)

Rokok kretek, rokok khas Indonesia memulai sejarahnya sekitar tahun 1870. Haji Djamhari, seorang penduduk kota Kudus Jawa Tengah yang mempopulerkannya. Pak haji kala itu sedang menderita sakit dada. Untuk mengobatinya dia menggosok dada yang sakit itu dengan minyak cengkeh. Rasa sakitpun berkurang. Lalu dia bereksperimen dengan menggunakan rokok.Dirajangnya beberapa butir bunga cengkeh, dicampurnya dengan tembakau rokok dan dilintingnya. Dengan menghisap rokok racikannya sendiri itu, ternyata sakit dadanya berangsur-angsur sembuh. Dia kabar-kabarkan ke semua sanak kadang. Soal kesembuhannya itu. Beritapun menyebar cepat dan "rokok obat" made in pak Haji itupun segera kondang. 

Lantaran ketika rokok made in pak haji itu dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi kretek-kretek-kemretek, maka rokok temuannya itu memperoleh sebutan sebagai "rokok kretek", mengacu pada sound efek yang ditimbulkannya…

SITUASI DALAM NEGERI SAAT INI…

Di Indonesia, saat ini diperkirakan satu dari tiga orang dewasa merokok dengan pengeluaran biaya untuk rokok seringkali melampaui pengeluaran untuk biaya pokok, makan, kesehatan atau pendidikan. Data Depkes menyebutkan sebanyak 70% penduduk Indonesia merupakan perokok aktif, dan 60% di antaranya berasal dari masyarakat ekonomi lemah. Dan dari industri rokok ini cukainya cukup menggiurkan, menghasilkan angka puluhan trilyun rupiah per tahun. Lumayan…, bisa buat jajan negara.

Anton Ciggy.