Lokasi Pengunjung Blog

Kamis, 07 Mei 2009

Seputar Larangan Merokok..., Fatwa Larangan Merokok

Fatwa Larangan Merokok
Oleh: Mathub

Perhatikan data sebagai berikut: Angka kematian akibat rokok di Indonesia mencapai 427.923 jiwa/tahun. Berdasarkan hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang. Dari 70 juta anak di Indonesia, 37 persen atau 25,9 juta anak diantaranya merokok. Sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan. Tahun 2006 konsumsi rokok di Indonesia 230 milyar batang atau sekitar Rp 184 trilyun/tahun. Untuk kepala keluarga dengan penghasilan Rp 1 juta/bulan dan pengeluaran rokok Rp 240 ribu/bulan, maka pengeluaran rokok mencapai 24% padahal banyak anak kekurangan gizi dan putus sekolah. Di bungkus rokok disebut bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, gangguan kesehatan janin, dan impotensi.

Dari data di atas merokok merusak kesehatan (diri sendiri dan orang lain) dan pemborosan sehingga anak jadi kurang gizi dan putus sekolah. Oleh karena itu MUI harus mengeluarkan Fatwa Haram Merokok. Apalagi ulama di Saudi, Malaysia, dan Iran sudah mengharamkannya….


Artikel ini mendapat respon dari Sdr. Sutiman sbb:

Riset Komprehensif tentang Rokok Kretek Indonesia Sangat Perlu untuk penyelesaian kontroversi tentang rokok di Indonesia

Rasanya belum pernah terdengar ada studi tentang rokok Indonesia yang serius. Kebanyakan studi tentang rokok di Indonesia bersifat parsial, dan sangat disayangkan opini lebih banyak didasarkan pada hasil studi di luar negeri. Sesungguhnya memang budaya meneliti kita yang sangat minim sehingga kita tidak pernah atau sangat jarang mencoba menyelesaikan setiap problema kemasyarakatan dengan mendasarkan pada kajian yang kita lakukan sendiri. Berbagai isu dunia tentang rokok ada kemiripan dengan isu-isu lainnya seperti isu flu burung, terlalu cepat dipakai dan mendapat prioritas dalam perhatian pemerintah ketika menetapkan kebijakan. Kita mustinya tidak terlalu mudah untuk mengadopsi isu dari luar untuk menetapkan simpulan. Kita harus mememiliki kemandirian dalam bersikap dan dalam pengambilan keputusan-keputusan atas dasar kajian serius guna melihat ketepatannya dengan kondisi riil dengan mempertimbangkan spesifikasi masalahnya. Sekali lagi ditekankan di sini marilah kita jangan mudah melakukan serta merta menggeneralisir isu-isu yang bertiup dari luar negeri sebagai isu penting kita. Seperti halnya isu rokok di Indonesia, mengapa kita tidak pernah mencoba melakukan kajian komprehensif untuk benar-benar melihat dampak rokok kretek yang sangat khas rokok Indonesia?

Studi tentang rokok Indonesia memang ada, namun studi yang ada bersifat terlalu parsial untuk ukuran besaran dampak masalahnya, dan studi yang selama ini ada semuanya dengan ukuran sampel kecil dan tidak terkoordinasi maupun terprogram secara nasional. Sebagai suatu isu yang melibatkan nasib puluhan juta orang dan asset ratusan triliun rupiah, studi komprehensif tentang rokok Indonesia seharusnya diberlakukan sebagai program nasional. Survei dampak positip dan negatip merokok perlu dilakukan dengan sampel (responden) ukuran puluhan ribu orang dengan sebaran yang mencakup sebagian besar etnik di Indonesia. Kajian harus komprehensif di lingkup aspek kesehatan, psikologi, sosial, dan ekonomi. Bila belum ada hal semacam ini rasanya agak naïf bila sudah ada kebijakan yang dikeluarkan. Perdebatan tentang rokok akan hanya jadi debat kusir tanpa dukungan fakta dan simpulan studi yang valid dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Perlu dicatat bahwa jenis rokok Indonesia bersifat khas, dan barangkali berbeda dengan rokok asing yag sudah banyak diteliti di luar negeri. Rokok kita banyak menggunakan bahan alam namun juga ada yang menggunakan bahan-bahan penyedap sintetis sangat berbeda dengan rokok di Amerika atau di dunia pada umumnya. Mustinya setiap pabrik rokok memiliki Pusat Riset bagi setiap produknya. Setiap produsen rokok mustinya harus menyajikan dokumentasi dan informasi valid dampak setiap produknya di masyarakat dan bukannya sekedar menyantumkan peringatan bahaya merokok. Di sisi inilah mustinya pabrik rokok di dorong untuk melakukan penelitian inovatif untuk membuat rokok lebih aman dan bila perlu justru membuat rokok yang menyehatkan. Hal semacam ini tidak tertutup kemungkinannya dengan perkembangan keilmuan saat ini. Konsep-konsep baru tentang Biologi Nano (Nano technology) rasanya dapat digunakan, sekali gus membuat pabrik rokok mampu mengangkat Indonesia dalam pengembangan konsep dan ide-ide Ilmiah baru.

Sutiman B. Sumitro (bukan perokok)
Guru Besar Biologi Molekuler Sel,
Universitas Brawijaya dan Dekan Fakultas sain
dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Tidak ada komentar: