Oleh : Rahmi
Petani tembakau tak risau jika kelak Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa larangan merokok. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Abdus Setiawan, permintaan tembakau dalam sepuluh tahun terakhir selalu stabil. “Tidak naik ataupun turun,” kata Abdus, Kamis (14/08).
Larangan merokok, katanya, nyaris tak mempengaruhi industri rokok dan petani tembakau. Kampanye antirokok tidak cuma dikumandangkan saat ini saja. Sejak kecil sampai berusia 52 tahun, larangan merokok hampir tak pernah berhenti. “Tapi, pabrik rokok tetap produksi. Petani terus menanam tembakau,” ujar Abdus.
Menurutnya, kampanye antirokok bukan ancaman bagi petani. “Sebab kami menanam tembakau kalau ada permintaan dari industri rokok,” katanya. Petani tembakau juga sangat spesifik, hanya mereka yang punya lahan kering.
“Artinya tidak semua petani menanam tembakau. Kalau ada penurunan permintaan, hanya petani tembakau saja yang sawahnya sering kekeringan,” katanya.
Abdus setuju larangan merokok terus dikampanyekan, terutama kepada anak-anak. Caranya, gencarkan antirokok di sekolah, di tempat mangkal kaum muda, dan membangun kesadaran dampak buruk kepada semua kalangan. “Perokok itu hanya bergulir. Ada yang baru memulai, ada yang insyaf berhenti merokok,” tuturnya.
Majelis Ulama Indonesia akan mengeluarkan fatwa tentang larangan merokok. Anggota Komisi Fatwa MUI Ali Mustafa Yakub mengatakan, fatwa itu akan dibahas terlebih dahulu dalam musyawarah Komisi Fatwa MUI se-Indonesia. Waktunya setelah Ramadhan. Rencana ini sehubungan dengan desakan sejumlah kalangan, seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia.
Selama ini MUI belum pernah mengeluarkan fatwa tentang merokok. Sebuah fatwa biasanya melalui proses permintaan atau pertanyaan dari masyarakat. Fatwa itu kemudian menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Ali, masyarakat sebenarnya tak perlu menunggu fatwa dari MUI untuk berhenti merokok.
Ali menambahkan, agar para ulama mewaspadai lobi-lobi yang dilakukan industri rokok yang memanfaatkan para ulama untuk mengkampanyekan rokok kepada umatnya. Industri rokok ada yang menyuplai kebutuhan hidup seorang tokoh agama agar dalam ceramahnya meminta santrinya merokok.
Haram atau halalnya rokok, memang masih menjadi kontroversi dikalangan ulama. Namun berdasarkan survei, 93,9 persen remaja melihat iklan rokok, sebanyak 88,7 persen melihat iklan rokok di televisi, dan 93 persen melihat iklan rokok selama acara remaja dan olahraga. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum merespons konfensi pengawasan atas peredaran rokok.
Lokasi Pengunjung Blog
Kamis, 07 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar